Wednesday, May 5, 2010

Urgesi Audit Lingkungan

BAB I
PENDAHULUAN

1. GAMBARAN UMUM AUDIT LINGKUNGAN
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor : KEP-42 / MENLH / 11 / 94 bahwa definisi audit lingkungan adalah suatu alat manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem manajemen dan peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian pentaatan kebijakan usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.
Audit lingkungan dilaksanakan secara internal sebagai bentuk kesadaran dari suatu usaha atau kegiatan untuk menunjukkan tanggung jawabnya terhadap pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Tujuan dari pelaksanaan audit lingkungan adalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi sehingga dapat dipersiapkan upaya-upaya pencegahannya.

2. FAKTA DI LAPANGAN
Mengingat begitu pentingnya pelaksanaan audit lingkungan, seharusnya ini menjadi suatu kegiatan yang dilakukan secara proaktif oleh pihak-pihak perusahaan. dikarenakan audit lingkungan esbagai suatu sistem manajemen maka pelaksanaannya akan dapat meningkatkan nama baik atau kredibilitas perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan.
Sebagai contoh pembahasan adalah wilayah Kalimantan, sekitar 160 juta ton dari 200 juta ton batubara diekspor ke mancanegara setiap tahunnya. Sisanya sebesar 40 juta ton untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan industri dalam negeri, terutama Jawa dan Sumatra. Ironisnya, Kalimantan hanya kebagian 4 juta ton sehingga tidak bisa lepas dari jeratan krisis listrik.
Contoh lain, luasan kuasa pertambangan (KP) batubara di Kalimantan Timur mencapai 3,08 juta Ha. Dibanding luas Kaltim 24,5 juta Ha, artinya 12,5 % luas wilayah Kaltim dikuasai oleh izin KP. (sumber : data Dinas Pertambangan dan Energi / Distamben Kaltim).
Jumlah di atas merupakan akumulasi izin yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten dan kota sejak berlakunya otonomi 8 tahun yang lalu. Sedangkan jumlah KP se-Kaltim mencapai 1180 KP. Dari jumlah itu, 391 ribu Ha yang berasal dari 260 izin KP sudah masuk dalam tahap eksploitasi. Sedangkan 45 izin KP dalam tahap eksplorasi. Sisanya, sebanyak 469 izin KP masih dalam tahap penyelidikan umum. (sumber : Tribun Kaltim, 06 Juni 2009)
Untuk pembahasan lebih dalam selanjutnya adalah salah satu daerah di provinsi di Kalimantan Timur, yaitu kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Daerah ini mempunyai banyak sekali potensi kekayaan daerah yang cukup beragam, mulai dari bahan galian industri, bahan galian mineral logam dan energi serta bahan galian non migas. Sebagian sudah dikelola oleh investor dengan persyaratan melakukan pembangunan tertentu sesuai perjanjian dengan pihak pemerintah.
Tapi jika kita lihat pada kenyataannnya apa yang terjadi? Apakah semua berjalan baik-baik saja tanpa membawa pengaruh sedikitpun bagi lingkungan sekitar? Bagaimana sistem pengelolaannya ? Bagaimana kinerja sistem kontrol untuk menjadi acuan kegiatan mereka?


BAB II
PEMBAHASAN

Secara umum kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) merupakan daerah yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) pertambangan dan penggalian sangat besar dan beragam. Mulai dari bahan galian industri, bahan galian mineral logam dan energi, serta bahan non migas.
Potensi bahan galian industri :
a. Batu gunung seluas 1500 Ha dengan cadangan 480 juta m3, di Labangka
b. Lempung seluas 500 Ha dengan cadangan 11,5 juta m3, di Babulu
c. Pasir kwarsa ketebalan 1-6 m, ukuran butir 1/8 – ½ mm dengan kandungan mineral kwarsa 99,99 %, terbesar di Penajam dan Babulu
Potensi bahan galian mineral logam dan energi :
a. Logam (emas) dijumpai di daerah aliran sungai (DAS) Riko, hingga saat ini belum dieksploitasi
b. Minyak dan gas di wilayah kecamatan Penajam yang sedang diusahakan
c. Migas lepas pantai
d. Mineral energi (batubara) yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan dengan luas 9757,435 Ha yang diusahakan oleh 8 perusahaan
Potensi bahan non migas :
a. Batu gamping, di kecamatan Babulu
b. Lempung, di Penajam dan Waru
c. Pasir kwarsa, di pantai Penajam dan Sepaku I – Sepaku III
d. Batubara, di Sepaku dan Rintik
Luas lahan pertambangan batubara di kabupaten PPU adalah seluas 9757,435 Ha. Dari data tahun 2007 didapatkan bahwa terdapat 33 perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatannya di PPU. Kecamatan Sepaku merupakan kecamatan yang paling banyak terdapat perusahaan pertambangan, yaitu 16 KP dengan luas 3248,801 Ha.
Banyaknya KP mencerminkan pemerintah daerah seolah-olah seperti raja kecil di daerah. Ada kemungkinan bahwa penerbitan KP bukan untuk menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) sebagai modal pembangunan, tetapi adanya faktor-faktor kepentingan pribadi atau golongan tertentu dibaliknya.
Di luar faktor-faktor non teknis tersebut, perlu sekali diketahui bagaimana pelaksanaan audit lingkungan ataupun standardisasi dalam hal pengelolaan lingkungan yang akan dan telah dilaksanakan oleh KP-KP tersebut. Berita terakhir yang ada dari media, bahwa pihak pemerintah PPU telah bersikap tegas dengan mencabut 19 KP batubara yang tidak serius dalam melaksanakan tahapan pertambangan. (sumber : Kompas, 10 Maret 2010)
Sebagaimana yang telah dilakukan anggota Komisi III DPRD Penajam Paser Utara (PPU), melakukan inspeksi mendadak (Sidak) untuk melihat aktivitas penambangan batu bara di Kecamatan Sepaku. Selain meninjau KP milik PT Bara Utama Jaya dan PT Harapan Kota Tepian, Komisi III juga mengunjungi pelabuhan batu bara milik PT Singlurus Pratama di Kelurahan Mentawir. (sumber : Tribun Kaltim, 27 Januari 2010)
Sidak pertama dilakukan di lokasi pertambangan milik PT Bara Utama Jaya dan PT Harapan Kota Tepian yang berada di Bukit Tengkorak, Sepaku. Disini tumpukan batu bara yang berada di lokasi itu terbakar sejak Desember tahun lalu, dimana jumlahnya mencapai 4.000 ton.
Melihat kasus seperti ini diharapkan tidak akan terulang lagi, karena sampai sekarang seolah tidak ada bentuk dan pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini. Jika kita melihat dari sisi lingkungan hidup, lingkungan menjadi rusak akibat kegiatan pertambangan. Dari sisi ekonomis perusahaan, batubara yang telah dieksploitasi menjadi sia-sia tanpa membawa manfaat apapun. Padahal dapat dibayangkan, berapa lama waktu yang diperlukan hingga batubara tersebut terbentuk. Dari sisi jalannnya proses pembangunan daerah, tentu saja mengganggu investasi di kabupaten PPU.
Wacana mengenai audit lingkungan mulai banyak diperbincangkan ketika Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) berpendapat bahwa sistem AMDAL yang telah ada akan lebih baik jika dilengkapi dengan audit lingkungan. Namun pada kenyataannya, masih sangat sulit melihat terjadinya proses audit lingkungan oleh pelaku-pelaku usaha, karena yang ada hanyalah kesukarelaan.
Berbicara mengenai audit lingkungan, ini adalah sebuah alat untuk menjaga kualitas lingkungan hidup. Lebih jelasnya, audit lingkungan adalah suatu dokumen yang dibuat oleh perusahaan yang mempunyai usaha, dimana usahanya tersebut mempunyai potensi untuk merusak lingkungan. Audit lingkungan diperiksa secara berkala untuk mengawasi atau mengontrol dampak perusakan lingkungan yang ditimbulkan. Karena dengan dokumen AMDAL saja tentu tidak cukup untuk mewadahi semua kegiatan atau tahap-tahap produksi.
Dari pihak pendidikan sebagai saran bagi pemerintah untuk mempertegas masalah pengawasan terhadap KP batubara yang ada. Tetapi juga memberikan dukungan atau bantuan kemudahan kepada KP-KP tersebut untuk melaksanakan audit lingkungan. Tanpa mengurangi keseriusan mereka dalam melaksanakan audit lingkungan, karena sifat pelaksanaannya adalah sebuah kesukarelaan.
Audit lingkungan harus dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang ada sebagai modal pembangunan agar lebih efektif dan efisien. Selain itu, untuk menjaga lingkungan dan segala isinya agar tetap dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat hidup yang layak. Dan juga sebagai upaya mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang akan timbul sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahannya.
Dari contoh kejadian nyata mengenai kurangnya perencanaan yang matang dan perhitungan-perhitungan yang akurat dari pelaksanaan jalannya kegiatan perusahaan batubara yang terjadi di Sepaku tersebut, diperlukan sebuah komponen yang mengatur ketatalaksanaan kegiatan perusahaan. Disini dapat dilihat seberapa penting penerapan audit lingkungan.
Jika ditelaah lebih lanjut pelaksanaan audit lingkungan bagi pihak perusahaan bukan menjadi suatu hal yang harus dipaksakan, karena dapat meningkatkan kemungkinan kelangsungan perusahaan. Mengingat objek-objek yang diaudit sangat luas dan dilakukan secara mendetail serta periodik, baik dari sisi organisasi, manajemen, peralatan, proses, dan lain-lain. Sehingga audit lingkungan menjadi sebuah jaminan atas keberadaan perusahaan.
Jadi sudah sewajarnya terjadi perubahan cara berpikir dari pelaksanaan audit lingkungan yang bersifat ”hanya sukarela” menjadi pelaksanaan audit yang bersifat ”benar-benar suka dan rela”.









BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Mengingat pentingnya audit lingkungan untuk dilaksanakan, terutama di perusahaan-perusahaan batubara yang sangat banyak jumlahnya di wilayah Kalimantan Timur pada umumnya, dan kabupaten Penajam Paser Utara pada khususnya diperlukan keseriusan dari pemerintah daerah untuk melakukan penegasan pelaksanaan audit lingkungan. Sampai pada keberlanjutan pengawasan dan evaluasi tentunya.

2. SARAN
Untuk mempermudah pihak perusahaan, pemerintah dapat menjadi penghubung antara pihak perusahaan dengan auditor.

No comments:

Post a Comment

ditunggu commentnya...